Megapedia.my.id Sapardi Djoko Damono merupakan seorang
sastrawan besar Indonesia yang memiliki karya-karya yang luar biasa. Melalui
karya-karyanya, Sapardi Djoko Damono juga banyak mendapati banyak penghargaan
besar baik dari dalam maupun luar negeri. Dan salah satu karyanya berupa
puisi-puisi luar biasa, bahkan kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono ini
tidak mati di lekang oleh waktu.
Ada
banyak sekali karya-karya besar yang dimiliki beliau. Dan beberapa karya
Sapardi Djoko Damono antara lain, Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974),
Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji
(1998), Ayat-ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan masih banyak lagi. Tentu
banyak puisi karya Sapardi Djoko Damono ini mempunyai tempat tersendiri di hati
bagi para penggemarnya.
Dilansir dari berbagai
sumber, inilah beberapa kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono yang Fenomenal bahkan tak habis oleh waktu sampai saat ini. Yuk
Simak …
1. Aku Ingin
Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(1989)
2. Hatiku Selembar Daun
Hatiku
selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
4. Yang Fana Adalah Waktu
Yang
fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
"Tapi, yang fana adalah waktu,
bukan?" tanyamu.
Kita abadi.
1978
Pada
suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
5. Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari
nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
6. Kuhentikan Hujan
Kuhentikan
hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut
pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga
7. Hanya
Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu
Hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu
8. Menjenguk Wajah di Kolam
Jangan
kau ulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa
sia-sia, yang putih
yang pasi
itu.
Jangan sekali-
kali membayangkan
Wajahmu sebagai
rembulan.
Ingat,
jangan sekali- kali.
Jangan.
Baik, Tuan.
9. Sajak Kecil Tentang Cinta
Mencintai
angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintai-Mu harus menjelma aku
10. Sajak Tafsir
Kau
bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.
Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.
Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak mempercayai janji api yang akan
menerjemahkanku
ke dalam bahasa abu.
Tolong tafsirkan aku
sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.
Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.
Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja — aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar