Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]

Sejarah Letusan Gunung Tambora di Abad 18


Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) meletus hebat pada 10 April 1815 atau 206 tahun lalu. Ledakan itu melontarkan sekitar 140 miliar ton magma. Tak hanya membunuh lebih dari 71.000 orang di Pulau Sumbawa, tapi abu yang dilepaskannya menciptakan anomali iklim global. Melansir Live Science, 12 Maret 2011, pada 1815, letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa disebut sebagai letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah. Sebagian ahli menyebut angka 91.000 jiwa. Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit yang mendera.


Seorang arkeolog mengatakan lahar panas dari letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 telah menguburkan tiga kerajaan di Pulau Sumbawa.

Letusan gunung yang terletak di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat itu tercatat paling dahsyat dalam sejarah dunia, kata arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo di Jakarta hari Sabtu.

"Kerajaan yang terkubur itu adalah Tambora, Pekat dan Sanggar, " kata Budi Utomo dalam seminar memperingati satu abad letusan Tambora: "Menguak Misteri Mengurai Sejarah Peradaban Tambora " di kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Sabtu.

Letusan Gunung Tambora yang menewaskan sedikitnya 92 ribu jiwa di Sumbawa itu mengubur ketiga kerajaan tersebut sedalam dua sampai tiga meter di bawah endapan materi letusannya.

"Penduduk lokal di barat gunung itu menemukan benda-benda kuno dan vulkanolog asal Rhode Island University AS Haraldur Sigurdsson kemudian menggali bebatuan dan abu vulkanik hingga tiga meter dan menemukan sisa permukiman, pecahan tembikar dan kayu yang telah menjadi arang (terkarbonisasi), " katanya.

"Namun kerajaan yang hilang itu jangan dibayangkan sebagai kerajaan besar seperti Pompey, bahkan juga tak sepadan jika dibandingkan dengan Majapahit, " katanya.

Dampak letusan Tambora di Eropa dan Amerika


Korban letusan Gunung Tambora ditemukan peneliti Balai Arkeologi Bali saat melakukan eskavasi. Tubuh kedua korban sudah menjadi arang karena tingginya suhu awan panas yang menerjang mereka.(Tangkapan Layar Youtube Balar Bali/Webinar Jejak-Jejak Peradaban Tambora)

Dampak Jumlah ini belum termasuk kematian yang terjadi di negara-negara lain, termasuk Eropa dan Amerika Serikat. Mereka didera bencana kelaparan akibat abu vulkanis Tambora yang menyebabkan tahun tanpa musim panas di dua benua itu. Jika kehancuran di sekitar Tambora disebabkan terpaan awan panas, kematian massal berskala global justru disebabkan pendinginan Bumi pasca-letusan. Setahun kemudian, 1816, tidak terjadi musim panas. Salju turun di bulan Juni di Albany, New York. Total penurunan suhu bumi saat itu mencapai 0,4 sampai 0,7 derajat celsius. Dampaknya adalah kegagalan panen global. Sungai es terlihat pada bulan Juli di Pennsylvania. Ratusan ribu orang mati kelaparan di seluruh dunia.


Sejarah Letusan Gunung Tambora di Abad 18
Lanskap kaldera Gunung Tambora, Dompu, Nusa Tenggara Barat, Senin (23/3/2015). Gunung Tambora meletus dahsyat pada 10 April 1815 menyisakan kaldera seluas 7 kilometer dengan kedalaman 1 kilometer.(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Mungkin belum banyak yang tahu, letusan Gunung Tambora di Indonesia mengilhami penemuan sepeda di Eropa. Meski terletak di Indonesia bagian tengah, namun dampak dari letusan itu memengaruhi dan berdampak ke kehidupan di seluruh dunia. Abu yang disemburkan letusan Tambora mempengaruhi suhu rata-rata dunia turun hingga 3 derajat celcius. Letusan ini juga membuat sejumlah negara di belahan bumi utara tak memiliki musim panas selama satu tahun. Tanaman gagal dipanen dan banyak binatang ternak mati karena kelaparan, salah satunya adalah kuda yang ketika itu banyak dimanfaatkan manusia untuk sarana transportasi berpindah dari satu tempat ke tempat lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]